(Liem Sian An)
Trinity Art oleh Sam Sianata
Tentang Trinity-Art Sam Sianata
Trinity Art Sam Sianata adalah sebuah konsep seni orisinal dan visioner yang diciptakan oleh Liem Sian An (Sam Sianata) — seorang seniman Indonesia yang dikenal karena kemampuannya menyatukan berbagai bentuk ekspresi artistik menjadi satu kesatuan makna yang utuh.
Berikut penjelasan lengkapnya:
🎨 1. Pengertian Trinity Art
Trinity Art adalah konsep seni tiga serangkai (triple unity artform) yang memadukan:
- Lukisan (Visual Art) – sebagai representasi simbolik dan estetika pandangan hidup, alam, dan spiritualitas.
- Lagu (Musical Art) – sebagai ekspresi suara jiwa dan pesan emosional dari karya visual.
- Maskot (Character/Performance Art) – sebagai perwujudan karakter dan semangat hidup karya tersebut dalam bentuk tokoh atau figur yang bisa berinteraksi dengan publik.
Ketiga elemen ini bukan berdiri sendiri, melainkan saling melengkapi dalam satu makna filosofis dan pesan kemanusiaan universal.
🌍 2. Filosofi Trinity Art
Trinity Art berangkat dari prinsip bahwa seni adalah kehidupan, dan kehidupan terdiri dari tiga kesatuan besar:
- Cipta (Ide dan Imajinasi)
- Rasa (Perasaan dan Jiwa)
- Karsa (Tindakan dan Perwujudan)
Dengan demikian, Trinity Art menjadi metafora kesempurnaan proses kreatif manusia, di mana ide (lukisan), jiwa (lagu), dan perwujudan (maskot) berpadu menjadi satu “roh seni” yang hidup.
🔮 3. Karya Perwujudan: “Go Green Taruparwa”
Karya monumental Sam Sianata yang pertama kali mewujudkan konsep Trinity Art adalah:
- Lukisan: Go Green Taruparwa
- Lagu: Go Green Taruparwa Song
- Maskot: Taruparwa Maskot (figur Pohon Indah kehidupan yang bersahabat dan simbol perdamaian)
Karya ini tidak hanya berbicara tentang lingkungan (Go Green), tetapi juga persaudaraan universal. Trinity Art di sini menjadi seni lintas media, lintas budaya, dan lintas agama yang mengajak umat manusia menanam pohon sekaligus menanam cinta kasih.
🌈 4. Inovasi Artistik
Trinity Art menandai langkah baru dalam sejarah seni Indonesia karena:
- Merupakan sistem seni multi-format pertama di mana satu gagasan diwujudkan dalam tiga medium berbeda.
- Mengandung konsep spiritual dan ekologi universal dalam satu karya terpadu.
- Diciptakan oleh satu seniman (Sam Sianata) dengan visi holistik tentang seni sebagai jalan menuju keseimbangan manusia dan alam.
🕊️ 5. Nilai dan Tujuan
Trinity Art bukan sekadar gaya, tetapi gerakan kesadaran:
- Menyatukan manusia dengan alam.
- Menyatukan estetika dengan etika.
- Menyatukan seniman dengan masyarakat.
Dengan itu, Trinity Art Sam Sianata menjadi “seni peradaban”, bukan hanya seni pameran.
Dampak Besar Trinity-Art
Kehadiran Trinity Art karya Sam Sianata (Liem Sian An) membawa dampak besar bagi seni dan budaya Indonesia di mata internasional — baik secara konseptual, kultural, maupun diplomatik. Berikut analisis mendalam mengenai dampak tersebut:
🌏 1. Indonesia di Panggung Seni Global
Trinity Art memperkenalkan Indonesia bukan hanya sebagai negara kaya budaya, tetapi juga sebagai pusat inovasi artistik global. Berbeda dari seni konvensional yang hanya fokus pada satu medium, Trinity Art menyatukan lukisan, musik, dan pesan spiritual-ekologis menjadi satu kesatuan karya. Hal ini membuat Indonesia dipandang sebagai pelopor dalam “multi-artform civilization art”.
💬 Dampak: Indonesia tidak lagi sekadar dikenal karena warisan budaya tradisional (batik, wayang, gamelan), tetapi sebagai negara yang mampu melahirkan konsep seni futuristik dan filosofis yang berakar pada kearifan lokal.
🎨 2. Penguatan Identitas Kultural dan Spiritual
Trinity Art menggali nilai-nilai Nusantara — harmoni, keseimbangan alam, dan kesatuan manusia dengan semesta — lalu mengemasnya dalam bahasa visual dan musikal yang dapat diterima secara global. Karya seperti Go Green Taruparwa atau Sang Raja Cinta bukan sekadar ekspresi estetis, tetapi manifesto peradaban Indonesia.
💬 Dampak: Dunia melihat bahwa seni Indonesia bukan imitasi Barat, melainkan memiliki jati diri spiritual dan pesan kemanusiaan universal.
💡 3. Inovasi Konsep “Trinity Art” sebagai Diplomasi Budaya
Konsep Trinity Art dapat menjadi instrumen diplomasi budaya baru Indonesia. Melalui pameran internasional, simposium seni, atau seminar global, karya ini mampu menjadi jembatan antara seni, ekologi, dan nilai-nilai perdamaian.
💬 Dampak: Indonesia berpotensi menjadi cultural leader dalam gerakan seni berkelanjutan, sejalan dengan agenda dunia.
🕊️ 4. Pengaruh terhadap Generasi Seniman Muda
Trinity Art menginspirasi seniman muda untuk tidak membatasi diri pada satu bentuk ekspresi. Ini membuka paradigma baru bahwa karya seni bisa menjadi “ekosistem nilai” — menggabungkan teknologi, musik, visual, hingga filosofi hidup.
💬 Dampak: Terjadi revolusi kreatif di kalangan generasi muda Indonesia, yang mulai melihat seni sebagai medium perubahan sosial dan spiritual, bukan sekadar karya estetik.
🏛️ 5. Pengakuan terhadap Indonesia sebagai Pusat Spiritualitas Seni
Dalam dunia seni global yang sering kehilangan arah moral dan spiritual, Trinity Art menawarkan keseimbangan. Hal ini menjadikan Indonesia dipandang sebagai sumber inspirasi spiritual dunia.
💬 Dampak: Indonesia mendapat reputasi sebagai The Land of Living Art & Civilization Harmony.
🔶 Kesimpulan
Kehadiran Trinity Art di ranah internasional:
Mengubah persepsi dunia terhadap Indonesia — dari negara eksotis menjadi bangsa visioner yang memimpin arah baru peradaban seni global.
Trinity Art bukan hanya karya, tetapi gerakan kultural yang menegaskan bahwa seni Indonesia adalah jiwa dunia yang menyala demi kemanusiaan dan alam semesta.
Tautan : GoGreenTaruparwa.com
TRINITY ART, JALAN SENI SAM SIANATA
(Pelukis Satu Triliun)
Trinity Art adalah jalan seni yang lahir dari visi seorang maestro lintas zaman: Sam Sianata (Liem Sian An). Ia bukan sekadar pelukis, melainkan pencipta "semesta seni" yang menggabungkan lukisan, musik, dan maskot menjadi satu harmoni.
Bagi Sam Sianata, seni bukan hanya untuk dipandang, tetapi untuk dihidupi. Karena itu, setiap karya Trinity Art selalu hadir dalam tiga wujud:
Trinity Art adalah jalan tiga serangkai seni: melihat, mendengar, dan merasakan. Seperti tubuh, jiwa, dan roh—ia menjadi kesatuan yang utuh.
💡 Filosofinya:
Sam Sianata percaya bahwa karya seni sejati harus mampu menyentuh tiga lapisan manusia:
- Pikiran (melalui lukisan yang penuh simbol dan filosofi),
- Perasaan (melalui lagu yang bernada universal),
- Jiwa kolektif (melalui maskot yang menjadi medium komunikasi lintas generasi).
Dengan Trinity Art, Sam Sianata menghadirkan seni sebagai jalan hidup, bukan sekadar karya. Inilah mengapa ia dikenal dengan julukan "Pelukis Satu Triliun"—karena nilainya tak hanya material, tetapi spiritual dan universal.
🌍 Trinity Art bukan sekadar karya, melainkan gerakan budaya: sebuah undangan untuk memasuki jalan seni, jalan Sam Sianata, jalan menuju keselarasan manusia dengan diri, sesama, dan semesta.
Dalam lintasan waktu, ada sosok yang tidak sekadar melukis...
Ia merancang kesadaran, menata nilai, dan menanam harapan.
Dialah Sam Sianata (Liem Sian An)— Arsitek Peradaban.
Di tangannya, seni bukan hanya rupa dan warna.
Ia menjelma menjadi bahasa semesta —
menyatukan lukisan, lagu, dan maskot
dalam satu harmoni yang disebutnya Trinity Art.
Melalui karya monumental "Go Green Taruparwa,"
Sam Sianata menyerukan dua penanaman agung:
menanam pohon, dan menanam rasa persaudaraan umat manusia.
Ia membangun monumen yang hidup,
bukan dari batu, tapi dari kesadaran.
Bukan dari besi, tapi dari cinta.
Sam Sianata percaya —
seni adalah jembatan menuju peradaban yang beradab,
di mana manusia kembali menyatu dengan alam dan Tuhannya.
Inilah jejak seorang arsitek jiwa,
yang menulis sejarah bukan dengan tinta,
melainkan dengan cahaya kesadaran manusia.
🔥 REVOLUSI SENI DUNIA 🔥
"Trinity Art" adalah sebuah revolusi dalam sejarah dunia seni kontemporer. Sebuah Mahakarya (multi artform Masterpiece) Lintas Dimensi yang lahir dari tangan Sam Sianata (Liem Sian An), yang belum pernah ada sebelumnya.
Ia bukan hanya sebuah lukisan, bukan hanya sebuah lagu, dan bukan hanya sebuah maskot—melainkan sebuah kesatuan sakral tiga unsur seni yang berpadu menjadi satu napas.
Dalam Trinity Art, Sam Sianata menghadirkan:
- Lukisan sebagai simbol visual yang menggetarkan mata,
- Lagu sebagai gema suara yang menyentuh jiwa, dan
- Maskot sebagai katalisator yang menjembatani ruang antar generasi.
Tiga elemen ini tidak berdiri sendiri, melainkan saling mengisi, saling menghidupi, saling melengkapi, dan saling menyempurnakan.
Trinity Art bukan sekadar "multidisiplin seni", melainkan sebuah integrasi tunggal—sebuah ajakan berani untuk meniti dimensi baru, dimana satu karya seni tidak lengkap tanpa ketiganya.
Lukisan menjadi wajah, Lagu menjadi roh, dan Maskot menjadi wujud atau rupa, jembatan antar generasi; inilah yang menjadikan Trinity Art sebagai satu-satunya karya besar dan pertama di dunia, sebuah penciptaan yang melampaui batas medium konvensional.
Melalui Trinity Art, Sam Sianata menegaskan pesan universalnya: bahwa seni adalah jembatan bagi persatuan, keseimbangan, kemanusiaan, dan alam. Ia menolak fragmentasi; ia memilih kesatuan. Ia mencipta sebuah "semesta seni" di mana warna, kata, dan nada hidup dalam satu harmoni.
Karya besar ini menandai revolusi seni global—suatu peristiwa yang menempatkan Sam Sianata bukan hanya sebagai pelukis, bukan hanya sebagai musisi, bukan hanya sebagai penyair, tetapi sebagai pencipta sebuah bahasa seni baru yang orisinal, dan monumental. Karya yang dapat dijadikan sebagai duta seni kebanggaan bangsa Indonesia dikancah seni dunia.
Pelukis Satu Trilyun
SAM SIANATA, yang juga dikenal dengan nama Liem Sian An, adalah seorang Seniman Multitalenta, Pengusaha, dan Aktivis asal Indonesia.
Berikut adalah profil lengkapnya berdasarkan informasi dari berbagai sumber:
1. Seniman Multitalenta
Dijuluki "Pelukis Rp 1 Trilyun" karena beberapa karyanya seperti Go Green Taruparwa, dibanderol dengan harga fantastis Rp 1 Trilyun Rupiah
Karyanya tidak hanya berupa lukisan, lagu, puisi, quotes dan maskot. Ia dikenal sebagai pelopor Dual Karya Seni karena menggabungkan lukisan dan lagu dengan satu tema.
Beberapa karya terkenalnya antara lain Go Green Taruparwa, Sang Raja Cinta, Bunga Sedap Malam, Tapak, Freedom Shirotol Mustaqim, Gelombang Berkat dan Kebahagiaan (Happyness).
2. Aktivis Lingkungan dan Sosial
Lukisan Go Green Taruparwa terinspirasi dari kegiatan penanaman pohon di lereng Gunung Merapi pasca-erupsi 2010, bersama Gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta Bapak Sri Sultan Hamengkubuwono X, Para Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Ormas dan Lainnya
Aktif dalam gerakan perdamaian, kerukunan antarumat beragama dan persatuan bangsa dengan tema Kita Semua Bersaudara
Mendirikan Yayasan Go Green Calvin yang memenangkan penghargaan sebagai organisasi masa Terbaik pada Tahun 2011
3. Pengusaha dan Kreator Maskot
Selain seni, Sam Sianata juga seorang pengusaha dan salah satu pendiri CEO Indonesia
Menciptakan Maskot Pariwisata Indonesia bernama Jakantara, yang digunakan dalam program Dekade Kunjungan Indonesia tahun 1996-2000
4. Pameran dan Ekshibisi
Menggelar pameran tunggal di Galery Meneer Sam Kuta, Bali. yang berlangsung pada tanggal 5 April 2025 hingga 5 Mei 2025 dengan memamerkan 7 Karya Lukisannya.
Pesan Karya Seninya
Sam Sianata sering menyisipkan pesan-pesan penting dalam karya-karyanya, seperti pelestarian lingkungan, perdamaian dan cinta universal. Misalnya :
Go Green Taruparwa mengajak masyarakat menjaga alam
Sang Raja Cinta menggambarkan cinta sebagai energi yang menerangi tetapi juga bisa destruktif jika tidak dijaga.
Dengan berbagai kontribusinya di bidang seni, lingkungan, dan sosial Sam Sianata dianggap sebagai sosok inspiratif yang menggabungkan kreativitas dan dengan misi kemanusiaan.
APA PERAN SAM SIANATA?
Sam Sianata, nama artistik dari Liem Sian An, adalah seorang seniman kontemporer Indonesia yang dikenal tidak hanya karena keindahan visual karyanya, tetapi juga karena kedalaman filosofis, spiritualitas, dan pesan sosial yang kuat dalam setiap ciptaannya. Ia merupakan pribadi multidimensi: seorang pelukis, pemusik, pemikir, dan pejuang nurani—yang menyatukan seni, kemanusiaan, dan lingkungan dalam satu napas kehidupan.
🧠 Peran Sam Sianata Selama Ini:
1. 🎨 Seniman Filosofis & Simbolis
Sam Sianata bukan sekadar melukis bentuk—ia melukis makna. Karyanya seperti "Rupatawa", "Go Green Taruparwa", "Freedom Shirotol Mustaqim", dan "Sang Raja Cinta" adalah contoh konkret bagaimana ia menggunakan warna dan simbol sebagai sarana menyampaikan pesan kejiwaan, spiritualitas, dan harapan ekologis.
Ia menjadikan kanvas sebagai ruang kontemplasi, bukan hanya konsumsi estetika.
2. 🎵 Pencipta Konsep Dual Karya (Lukisan & Lagu)
Unik dan jarang dijumpai dalam lanskap seni rupa modern Indonesia, Sam Sianata menggabungkan lukisan dengan musik. Setiap karya visualnya disertai lagu tematik sebagai "jiwa suara" dari lukisan tersebut. Hal ini memperkaya pengalaman penikmat—seolah-olah mereka tidak hanya melihat, tapi juga merasakan dan mendengar makna karya.
3. 🌏 Aktivis Cinta Bumi dan Persatuan Bangsa
Lewat Go Green Taruparwa, ia mengangkat tema pelestarian lingkungan dengan pendekatan artistik, bukan retorik. Ia menciptakan ikon (maskot, lagu, dan simbol warna) untuk menyemai semangat harmoni antara manusia dan alam.
Melalui kampanye Kita Semua Bersaudara, ia mengajak masyarakat untuk bersatu dalam membangun peradaban bangsa
4. ⚖️ Sosok yang Menyuarakan Keadilan
Diketahui aktif menyuarakan pembelaan terhadap masyarakat yang mengalami ketidakadilan hukum dan sosial, seperti yang disebutkan dalam kasus nasabah Bank Century atau kasus Rachmat Tarunadjaja. Dalam kapasitas moral dan spiritualnya, ia berpihak kepada yang tertindas.
5. 🧭 Pemikir Independen & Visioner
Sam Sianata tidak terikat oleh tren pasar seni. Ia menciptakan karya berdasarkan suara batin, panggilan spiritual, dan intuisi kultural. Banyak yang menyebutnya sebagai "seniman satu triliun" bukan semata karena nilai karya, tetapi karena nilai nurani yang tertanam di dalamnya.
🖋️ Kesimpulan:
Sam Sianata adalah pelukis nurani zaman—yang melintasi batas estetika untuk menyuarakan kebenaran, cinta, dan penyembuhan jiwa. Ia adalah pelukis yang tidak sekadar menjual karya, tetapi menyampaikan wahyu, sebagaimana ia pernah menuliskan:
"Seni adalah wahyu jiwa demi cinta kepada bumi." – Sam Sianata


























